Serangga Jadi Menu Makan Bergizi Gratis? Usulan Ngawur Kepala BGN Tuai Kritikan Tajam
IDISNEWS.COM - Usulan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana memasukan serangga sebagai salah satu menu alternatif dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai kritikan tajam.
Menurutnya, BGN tidak menetapkan standar menu nasional, tetapi hanya menetapkan komposisi gizi yang sesuai dengan sumber daya lokal di masing-masing wilayah.
"Jika di daerah tertentu biasa makan serangga, itu bisa dijadikan pilihan menu. Kami hanya menetapkan standar komposisi gizi, bukan menu baku secara nasional," kata Dadan.
Namun, usulan tersebut menuai sorotan dari berbagai pihak. Mereka menilai gagasan Dadan tersebut tidak mempertimbangkan sensitivitas budaya masyarakat Indonesia yang belum terbiasa dengan konsumsi serangga sebagai sumber protein.
Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, menyoroti pentingnya pendekatan budaya sebelum kebijakan semacam ini diterapkan.
Menurutnya, kebijakan yang tidak memperhatikan aspek kultural masyarakat justru dapat menimbulkan resistensi dan kegagalan dalam implementasi program.
Arzeti juga mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam menyediakan alternatif menu bagi siswa yang tidak menerima serangga sebagai bagian dari makanan mereka.
"Kita tidak bisa memukul rata semua daerah. Harus ada pilihan menu lain yang lebih diterima masyarakat, apalagi untuk anak-anak yang masih dalam tahap pertumbuhan dan memiliki selera yang berbeda," ucap Arzeti dilansir dari inilah.com, Senin 27 Januari 2025.
Kritik serupa datang dari sejumlah pengamat gizi yang menilai bahwa usulan menu serangga dalam MBG bisa menjadi kebijakan yang kurang tepat sasaran.
Ahli Gizi Masyarakat, Tan Shot Yen, menegaskan bahwa pemilihan bahan makanan dalam program MBG harus didasarkan pada preferensi lokal dan bukan sekadar efisiensi anggaran atau kandungan nutrisi semata.
"Menyajikan serangga, belalang, ulat sagu atau yang disebutkan itu dalam menu MBG rasanya bukan hanya tidak etis jika bukan tradisi setempat tapi malah merusak nafsu makan," jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tanpa edukasi yang cukup, upaya memperkenalkan serangga sebagai sumber protein bisa berujung pada pemborosan anggaran karena banyaknya makanan yang tidak dikonsumsi oleh siswa.
Sementara itu, Ekonom senior Didik J Rachbini menilai Dadan tidak memahami psikologi sosial masyarakat dan hanya asal berbicara tanpa mempertimbangkan dampaknya.
"Kepala BGN tidak paham psikologi sosial dan menyamakan bicara di masyarakat dengan di dalam kelas. Kalau di kelas, mungkin ia hebat secara akademik, tetapi itu tidak cukup untuk menjelaskan kebijakan kepada masyarakat," ujar Didik dikutip dari Inilah.com.
Didik menilai pernyataan Dadan tentang menu serangga tidak hanya kontroversial tetapi juga menunjukkan kurangnya kecerdasan sosial dalam menangkap sensitivitas masyarakat terhadap makanan.
"Belalang, jangkrik, bahkan bekicot memang mengandung protein tinggi, tetapi bicara seperti itu dalam konteks kebijakan nasional adalah hal yang fatal. Ini menunjukkan intelegensia sosial yang pas-pasan," tegasnya. (Vir)
Nasional 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Peristiwa | 3 hari yang lalu
Megapolitan | 4 hari yang lalu
Daerah | 5 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Gaya Hidup | 3 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu