Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Megapolitan

Peristiwa

Olahraga

Daerah

Galeri

Opini

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Profil Tiga Hakim Tersangka Kasus Suap Vonis CPO, Dari Karier Gemilang Hingga Dijerat Hukum

Tim Redaksi
Senin, 14 April 2025 | 21:31 WIB
Ilustrasi Hakim. Sumber Foto: Meta AI
Ilustrasi Hakim. Sumber Foto: Meta AI

IDISNEWS.COM - Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan tiga hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. Mereka adalah Djuyamto sebagai Ketua Majelis Hakim serta dua hakim anggota, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Ketiganya diduga menerima uang suap sebesar Rp22 miliar dari total dugaan suap Rp60 miliar dalam perkara vonis lepas tiga korporasi besar dalam ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

 

Penetapan ini menjadi bagian dari pengusutan lebih luas yang melibatkan tujuh orang, termasuk mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Wahyu Gunawan, serta dua pengacara dari perusahaan-perusahaan CPO.

 

Berikut profil lengkap ketiga hakim tersebut:

 

1. Djuyamto: Hakim Senior dengan Segudang Kasus Besar

 

Lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967, Djuyamto dikenal sebagai salah satu hakim yang kerap menangani perkara nasional. Ia merupakan lulusan S1, S2, dan Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Saat ini, ia juga menjabat sebagai Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan memegang golongan Pembina Utama Madya (IV/d).

 

Sepanjang kariernya, Djuyamto pernah menjadi hakim dalam berbagai kasus besar. Ia adalah hakim ketua perkara penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, yang memvonis terdakwa Rahmat Kadir dan Ronny Bugis masing-masing 2 dan 1,5 tahun penjara. Ia juga pernah menyidangkan perkara obstruction of justice dalam pembunuhan Brigadir Yosua yang melibatkan perwira tinggi Polri. Tidak hanya itu, ia juga menggugurkan praperadilan yang diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

 

Berdasarkan LHKPN yang dilaporkan pada 4 Februari 2025, total kekayaan Djuyamto mencapai Rp2.919.521.104. Mayoritas aset berupa tanah dan bangunan senilai Rp2,45 miliar, serta kendaraan senilai Rp401 juta, termasuk Toyota Innova Reborn 2023. Ia juga tercatat memiliki kas dan setara kas Rp168 juta serta utang Rp250 juta.

 

2. Agam Syarief Baharudin: Hakim Alumni Syiah Kuala dan UNS

 

Agam Syarief Baharudin adalah hakim anggota dalam perkara lepas korporasi ekspor CPO. Ia menyelesaikan pendidikan hukum di Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Syiah Kuala. Namanya pernah muncul dalam majelis hakim PN Jakarta Timur yang menangani perkara aktivis Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar serta sidang Rizieq Shihab.

 

Dalam laporan LHKPN bertanggal 23 Januari 2025, total kekayaannya mencapai Rp2.304.985.969. Ia memiliki aset tanah dan bangunan di Sukabumi senilai Rp1,625 miliar. Aset kendaraan yang dilaporkan mencapai Rp312 juta, termasuk hadiah mobil Toyota Yaris Minibus tahun 2020 dan dua sepeda motor hadiah pada 2023. Selain itu, ia melaporkan kas sebesar Rp246 juta serta harta bergerak lainnya senilai Rp121 juta.

 

3. Ali Muhtarom: Hakim Ad-Hoc dengan Aset Lahan Luas di Jepara

 

Ali Muhtarom merupakan Hakim Ad-Hoc yang terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 21 Januari 2025. Ia menyandang gelar master hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 Semarang pada tahun 2015. Sebagai hakim nonkarier, ia memiliki latar belakang akademik kuat dan pengalaman panjang di ranah hukum.

 

Dari laporan LHKPN, Ali memiliki kekayaan senilai Rp1.303.550.000. Asetnya mayoritas berupa tanah dan bangunan di wilayah Jepara yang mencapai total Rp1,25 miliar. Termasuk di antaranya tanah warisan seluas 407 m² dan beberapa lahan hasil sendiri. Aset kendaraan yang ia laporkan mencakup Honda CRV tahun 2014 dan dua sepeda motor, dengan nilai total Rp158 juta. Selain itu, ia tercatat memiliki kas Rp7 juta dan utang Rp150 juta.

 

Ketiganya kini telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Cabang Salemba dan Rutan Cabang KPK. Mereka disangkakan menerima suap dalam putusan ontslag van alle recht vervolging terhadap tiga perusahaan besar—PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group—pada 19 Maret 2025 lalu.

 

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyeret hakim-hakim yang sebelumnya dikenal berintegritas, dan kembali mengingatkan pentingnya pengawasan serta reformasi dalam sistem peradilan. (Red)

Komentar: