Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Megapolitan

Peristiwa

Olahraga

Daerah

Galeri

Opini

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Kadis LH Tangsel Ditetapkan Tersangka Korupsi Kelola Sampah Senilai 75,9 M

Tim Redaksi
Selasa, 15 April 2025 | 21:41 WIB
Wahyunoto Lukman resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi  Banten dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah tahun anggaran 2024 senilai Rp 75,9 miliar.
Wahyunoto Lukman resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Banten dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah tahun anggaran 2024 senilai Rp 75,9 miliar.

IDISNEWS.COM - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan, Wahyunoto Lukman, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah tahun anggaran 2024 senilai Rp 75,9 miliar. Penetapan tersangka ini diumumkan dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kejati Banten, Selasa (15/4/2025).

 

Kepala Seksi Penyidikan Kejati Banten, Himawan, menjelaskan bahwa sampah dari wilayah Tangsel didistribusikan secara ilegal ke sejumlah lokasi yang tersebar di luar wilayah kota, termasuk Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, dan Bekasi.

 

"Tempat-tempat pembuangan tersebut berada di lahan milik pribadi, bukan lahan yang disediakan oleh pemerintah. Misalnya di Desa Cibodas dan Sukasari di Rumpin, Bogor, serta di Desa Gintung dan Jatiwaringin di Kabupaten Tangerang. Bahkan ada juga di wilayah Cilincing, Kabupaten Bekasi," ujar Himawan.

 

Modus pembuangan sampah ini dilakukan dengan sistem open dumping, yaitu membuang sampah begitu saja tanpa adanya proses pengelolaan lebih lanjut. Padahal, praktik semacam ini sudah dilarang dan bertentangan dengan regulasi pengelolaan sampah yang berlaku.

 

"Itu sudah tidak diperkenankan lagi seperti itu kurang lebih," tambah Himawan.

 

Praktik tersebut sempat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama warga sekitar lokasi pembuangan. Warga Desa Gintung, misalnya, menyampaikan keluhan terkait keberadaan tempat pembuangan ilegal yang tidak memenuhi standar Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA).

 

"Area Desa Gintung itu dikomplain karena di wilayahnya terjadi tempat pembuangan sampah ilegal karena untuk tempat pembuangan akhir itu ada kriteria-kriteria yang telah diatur di dalam peraturan menteri," ungkap Himawan.

 

Dalam kasus ini, Wahyunoto tidak bertindak sendiri. Ia disebut dibantu oleh mantan ASN Pemkot Tangsel, Zeki Yamani, yang turut berperan dalam menentukan lokasi pembuangan yang tidak sesuai dengan isi kontrak. Penyidik menyatakan akan segera memanggil Zeki sebagai saksi untuk pendalaman lebih lanjut dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan.

 

Sebelumnya, Kejati Banten telah menahan direktur PT EPP berinisial SYM, rekanan yang bekerja sama dengan Pemkot Tangsel dalam proyek pengelolaan sampah tersebut. PT EPP diketahui tidak memenuhi standar kapasitas dan kompetensi sebagai perusahaan pengelola sampah, namun tetap dilibatkan dalam proyek.

 

Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, menyatakan bahwa SYM diduga kuat melakukan persekongkolan dengan Wahyunoto untuk mengurus KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) agar PT EPP dapat memperoleh izin pengelolaan sampah, selain hanya pengangkutan.

 

"Tersangka SYM telah bersekongkol dengan saudara WL, Kepala Dinas DLH Kota Tangsel mengurus KBLI agar PT EPP memiliki KBLI pengelolaan sampah tidak hanya KBLI pengangkutan," kata Rangga pada Senin (14/4).

 

Dalam proyek senilai Rp 75,9 miliar tersebut, sebanyak Rp 50,7 miliar dialokasikan untuk jasa pengangkutan dan Rp 25,2 miliar untuk jasa pengelolaan. Namun, menurut penyidik, banyak item pekerjaan dalam kontrak yang tidak dikerjakan sesuai ketentuan, bahkan fasilitas pengelolaan sampah tidak tersedia di pihak PT EPP.

 

Proses penyidikan masih berlangsung dan Kejati Banten menegaskan akan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam skandal korupsi ini. (Red)

Komentar: