Pro Kontra Kenaikan PPN 12 Persen, Ini Kata Anggota DPR dan Menteri Airlangga Hartarto
IDISNEWS.COM - Rencana pemerintah untuk menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada awal tahun 2025 perlu menuai pro kontra.
Pemerintah berencana menaikkan PPN dari 11 persen ke 12 persen tahun depan. Kebijakan itu berlandas UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Namun, menurut sejumlah anggota DPR RI, pemerintah perlu mempertimbangkan lagi kebijakan tersebut. Tapi disisi lain, pemerintah meyakini kenaikan PPN menjadi 12 persen tahun depan tak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Menurut Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, saat UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) dibentuk di 2021, asumsi yang digunakan saat itu adalah pada tahun 2025 diperkirakan ekonomi sudah pulih bahkan meningkat.
“Tapi nyatanya dari seluruh indikasi indikasi yang ada kondisi ekonomi kita saat ini sedang kurang baik," kata Anis Byarwati dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, (22/11/24).
"Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan, tren ini dimulai pada Mei 2024 dengan deflasi kecil sebesar 0,03 persen, diikuti 0,08 persen, pada Juni, 0,18 persen pada Juli, 0,03 persen, pada Agustus, dan 0,12 persen pada September, deflasi menjadi sinyal daya beli masyarakat yang melemah," ujar Politisi Fraksi PKS ini.
Anis pun menyebut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III tahun 2024 melambat di angka 4,95 persen year on year (yoy). Konsumsi rumah tangga melambat, hanya naik 4,91 persen (yoy), lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,93 persen.
"Maka konsumsi masyarakat sangat membutuhkan berbagai stimulus dari pemerintah, agar membaik," ungkapnya.
Anis mengatakan berdasarkan kajian yang dilakukan oleh INDEF terkait skenario kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebanyak 12 persen akan mengakibatkan kontraksi pada perekonomian Indonesia.
"Kenaikan PPN akan berdampak negatif terhadap ekonomi mulai dari dampak terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi, naiknya inflasi, turunya konsumsi rumah tangga, dan minusnya ekspor serta impor," ujarnya.
Anggota Baleg DPR RI ini mengingatkan pemerintah bahwa masih terdapat ruang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk mengkoreksi tarif PPN 12 persen yang berlaku di Januari 2024.
"Pada UU HPP pasal 7 ayat 3 dan ayat 4, disebut bahwa tarif PPN dapat disesuaikan menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen dengan kebijakan negara yang diatur oleh PP dengan persetujuan DPR RI, ini ruang yang bisa digunakan dengan mempertimbangkan situasi ekonomi saat ini," paparnya.
Tanggapan Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah menyiapkan beberapa rencana untuk meredam dampak kenaikan PPN 12 persen. Namun, ia tak menjelaskan apa saja senjata pemerintah meredam dampak itu.
“Tentu kan ada beberapa tools-tools lain yang bisa dipakai,” kata Airlangga.
Airlangga mengatakan kenaikan PPN 12 persen harus diberlakukan. Hal itu sudah diatur dalam perundang-undangan. Dia memastikan pemerintah tak memukul rata kenaikan PPN 12 persen.
Airlangga menyebut ada beberapa sektor yang tak terkena kenaikan pajak tersebut.
“Dan ada yang dikecualikan. Tentu nanti kita lihat bersama untuk komoditas pangan,” ujarnya. (Red)
Megapolitan 6 hari yang lalu
Otomotif | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Kesehatan | 6 hari yang lalu
Parlemen | 5 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Hukum | 2 hari yang lalu
Kesehatan | 3 hari yang lalu
Peristiwa | 5 hari yang lalu