Kisah Inspiratif Desa Ciptagelar: Warisan Tradisi yang Menghidupi Hingga 95 Tahun Mendatang
IDISNEWS.COM -Di pelosok Sukabumi, tepatnya di Kampung Adat Ciptagelar, hidup masyarakat yang memegang teguh tradisi leluhur dalam menjaga harmoni dengan alam.
Desa ini tidak hanya dikenal karena keindahan budayanya, tetapi juga karena sistem pengelolaan pangan yang mampu mencukupi kebutuhan masyarakat hingga 95 tahun ke depan.
Menurut laporan dari Good News from Indonesia, tradisi pengelolaan padi di Ciptagelar telah berlangsung selama ratusan tahun.
Bagi masyarakat setempat, padi bukan sekadar hasil pertanian, tetapi simbol kehidupan yang sakral. Padi diperlakukan seperti "nyawa," dihormati melalui ritual-ritual adat, dan dikelola dengan pendekatan yang menjunjung tinggi keberlanjutan.
Padi sebagai Kehidupan: Ritual dan Larangan Adat
Masyarakat Ciptagelar memandang padi sebagai elemen fundamental kehidupan. Proses penanaman hingga penyimpanan padi selalu diiringi upacara adat yang sarat makna.
Misalnya, sebelum menanam padi, mereka mengadakan ritual sapang jadian pare, sedangkan saat panen dilakukan mapag pare beukah. Bahkan, setelah panen, tradisi mipit pare digelar sebagai bentuk syukur kepada Sang Pencipta.
Pentingnya peran padi tercermin dalam larangan ketat untuk menjualnya. Bagi masyarakat Ciptagelar, menjual padi dianggap menjual kehidupan dan merusak kesakralan tradisi. Oleh karena itu, padi hanya boleh digunakan untuk konsumsi keluarga dan kegiatan adat.
Teknologi Tradisional dan Harmoni Alam
Keberlanjutan menjadi inti dari sistem pertanian masyarakat Ciptagelar. Metode tatanem, yang mengandalkan tanda-tanda alam seperti rasi bintang Orion untuk menentukan waktu tanam, memastikan kelestarian tanah dan sumber daya alam.
Mereka juga hanya menanam padi setahun sekali, memberi kesempatan bagi makhluk hidup lain untuk memanfaatkan lahan.
Selain itu, penggunaan alat-alat tradisional dalam setiap tahap pengelolaan padi, termasuk memasak nasi, menjadi bukti dedikasi mereka dalam menjaga warisan budaya.
Alunan angklung, tarian, dan nyanyian mengiringi proses panen, menciptakan suasana kebersamaan yang kental dengan nilai gotong royong.
Leuit: Gudang Padi Simbol Keberlanjutan
Hasil panen disimpan di leuit, lumbung padi khas Ciptagelar yang dibuat dari kayu dan bambu. Satu leuit dapat menampung hingga tiga ton padi, dan setiap keluarga wajib memiliki leuit sendiri.
Hingga kini, tercatat ada lebih dari 8.670 leuit yang tersebar di desa ini, menyimpan cadangan padi yang luar biasa melimpah.
Stok padi yang terus bertambah setiap tahun membuat Ciptagelar memiliki surplus pangan yang luar biasa. Meski panen hanya dilakukan setahun sekali, setiap keluarga mampu menghasilkan hingga 4.000 ikat padi, sementara kebutuhan konsumsi rata-rata hanya setengahnya.
Hasilnya, desa ini menjadi salah satu contoh nyata ketahanan pangan yang stabil di Indonesia.
Pelajaran dari Ciptagelar untuk Dunia
Ciptagelar bukan sekadar desa adat, tetapi cerminan kearifan lokal yang relevan di tengah tantangan global seperti krisis pangan dan perubahan iklim.
Sistem pertanian yang berpijak pada tradisi ini membuktikan bahwa modernisasi bukan satu-satunya jawaban. Justru dengan kembali ke akar budaya dan memanfaatkan sumber daya secara bijak, ketahanan pangan dapat dicapai.
Desa ini mengajarkan dunia bahwa harmoni dengan alam dan penghormatan terhadap warisan leluhur adalah kunci untuk membangun masa depan yang berkelanjutan.
Tradisi yang mereka jaga tidak hanya memperpanjang usia stok pangan, tetapi juga melestarikan identitas budaya yang mendalam. (Vir)
Nasional 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Peristiwa | 3 hari yang lalu
Megapolitan | 4 hari yang lalu
Daerah | 5 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Gaya Hidup | 3 hari yang lalu
Gaya Hidup | 6 hari yang lalu