Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Megapolitan

Peristiwa

Olahraga

Daerah

Galeri

Opini

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Dianggap Sudah Tidak Relevan, Apakah Hukum Perdata Harus Segera Direvisi?

Tim Redaksi
Kamis, 12 Desember 2024 | 09:00 WIB
PN Magetan, Cesar Antonio Munthe
PN Magetan, Cesar Antonio Munthe

IDISNEWS.COM - Dengan berkembangnya zaman, disertai juga dengan perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, dan teknologi, dirasa perlu ada hukum yang lebih relevan, adaptif dan jelas. Sehingga diharapkan dapat tercipta kepastian hukum, baik itu perlindungan hak yang lebih, percepatan proses peradilan, hingga peningkatan akses keadilan di Indonesia. 

Untuk itu Forum Kajian Dunia Peradilan (FKDP), menyampaikan harus ada revisi hukum perdata dan hukum acara perdata untuk menyesuaikan perkembangan-perkembangan tersebut. Penyampaian tersebut dilakukan dalam Focus Group Discussion (FGD) episode ke-33 dengan tema “Urgensi Pembaruan Hukum Perdata”, secara online pada Minggu, (8/12/2024) 

Secara garis besar, dalam acara tersebut  membahas terkait hukum perdata  materiil dan hukum perdata secara formil atau disebut Hukum Acara Perdata yang dinilai terdapat banyak masalah. Dalam diskusi, setidaknya ada tiga masalah utama.  

Pertama, kolonialisme dan aturan yang terlalu tua karena sebagian besar aturan dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang artinya Reglemen Indonesia yang Diperbaharu, lalu Rechtreglement voor de Buitengewesten (RGB) yang artinya Reglemen untuk Daerah Seberang, merupakan hukum acara perdata yang berlaku di luar Jawa dan Madur, dan Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering (RV) yang merupakan hukum acara perdata dan pidana yang berlaku untuk golongan Eropa pada masa penjajahan. 

Hukum-hukum tua yang masih merupakan warisan dari zaman kolonial Belanda dan sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. 

Lalu kedua, ketidakpastian hukum karena banyak aturan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, menyebabkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat dan pelaku hukum. Juga dikarenakan beberapa ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum (KUH) Perdata tidak jelas dan sering kali menimbulkan penafsiran atau pandangan yang beragam karena KUH Perdata belum menggunakan ejaan Bahasa yang baku atau ejaan yang disempurnakan.  

Yang ketiga keterbatasan dalam mengakomodasi perkembangan teknologi dan ekonomi, dikarenakan tidak adanya aturan yang secara khusus mengatur tentang transaksi elektronik, e-commerce, perlindungan data pribadi, dll, yang kemudian tergantikan dengan undang-undang, seperti UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 

Terakhir keempat, tersebarnya peraturan Hukum Acara Perdata dalam berbagai aturan dikarenakan Banyak ketentuan yang telah diperbaharui di luar KUH Perdata. 

“Hal ini kemudian menjadi isu politik hukum, apakah perlu kodifikasi ataupun unifikasi yang menimbulkan konsekuensi masing-masing,” kata PN Magetan, Cesar Antonio Munthe, sebagai Hakim pembicara dalam acara tersebut. 

Dari diskusi tersebut memunculkan berbagai respons yang bisa menam ah perspektif dan informasi baru. PN Wonosari, Marzha Hakim berpendapat bahwa perlu juga mengatur adanya hukum acara permohonan sehingga ada kepastian hukum dalam praktik. 

Kemudian disampaikan juga ada beberapa perbedaan pandangan terkait hal-hal dalam hukum materiil yang diajukan permohonan, yang pada prinsipnya walaupun menguntungkan para pihak namun juga berpotensi merugikan masyarakat. Dalam konteks permohonan administrasi yang seharusnya, menurut Marzha, tidak perlu diajukan ke pengadilan cukup diselesaikan di lembaga terkait agar lebih hemat waktu dan biaya. 

Diskusi tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pembaharuan hukum perdata dan hukum acara perdata adalah kebutuhan mendesak untuk menyesuaikan hukum dengan segala perkembangan zaman yang terkait banyak hak seperti yang sudah disampaikan diawal. 

FGD juga memberikan masukan dan saran agar DPR segera melakukan pembaharuan atau rekodifikasi terhadap berbagai aturan berasal dari KUH Perdata yang telah dijadikan UU tersendiri, Perlu Pembaharuan Buku III terkait Hukum Kontrak dengan memperhatikan kemajuan ITE dan juga RUU Hukum Acara Perdata perlu pembahasan intensif oleh Pemerintah dan DPR agar segera disahkan dan diberlakukan.
 

Komentar: