Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Megapolitan

Peristiwa

Olahraga

Daerah

Galeri

Opini

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Pilkada 2024

13 Provinsi Rawan Konflik, Komnas HAM Turunkan Tim Pemantau

Tim Redaksi
Sabtu, 23 November 2024 | 15:10 WIB
Komnas HAM pantau daerah rawan konflik dalam Pilkada 2024
Komnas HAM pantau daerah rawan konflik dalam Pilkada 2024

IDISNEWS.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun langsung memantau 13 provinsi dan 38 kabupaten/kota yang dinilai rawan di Pilkada 2024 karena tercatat memiliki potensi konflik sosial dan indikasi penyalahgunaan kekuasaan. 

Pemantauan langsung ini merupakan langkah lanjutan Komnas HAM setelah memantau tahap pra-pilkada untuk memastikan terciptanya pilkada yang ramah HAM. Pemantauan akan dimulai dua hari sebelum pemungutan suara Pilkada 2024 yang bakal digelar pada Rabu (27/11). 

“Mulai Senin depan (25/11) kami akan memantau di 13 provinsi yang kami pandang punya potensi konflik sosial yang tinggi dan juga ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan atau netralitas aparatnya cukup tinggi,” kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Komnas HAM, Anis Hidayah saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta. 

Anis menyebutkan beberapa provinsi yang akan dipantau tersebut adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Papua, Aceh, Kalimantan Barat, Maluku, dan Sumatera Barat. 

Menurut dia, dalam menentukan kerawanan provinsi, Komnas HAM mempertimbangkan indeks kerawanan Bawaslu. Namun, Komnas HAM juga melakukan pemantauan pra-pilkada di beberapa provinsi di Indonesia dan didapatkan gambaran pola netralitas aparat dan potensi konflik sosial. 

“Sehingga itu menjadi wilayah-wilayah yang kemudian kita putuskan untuk kita pantau,” imbuh Anis. 

Komnas HAM telah melakukan pemantauan pilkada dengan empat fokus, yakni pada kelompok rentan, netralitas aparatur negara, potensi konflik sosial, serta kebebasan berekspresi dan berpendapat. 

“Pilkada ini kan potensi konflik sosialnya lebih tinggi dibanding pemilu legislatif dan pemilu presiden. Terutama karena antara putra-putri daerah dan biasanya beda pilihan politik itu kemudian memicu konflik horizontal di masyarakat,” katanya. (Red)

Komentar: